RSS
Write some words about you and your blog here
PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP REMAJA
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, karena manusia diberi kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara psikis maupun fisik. Manusia dikatakan sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan. Perkembangan diri manusia dipengaruhi oleh dua faktor yang mendasar, yaitu faktor internal (yang berasal dari diri manusia itu sendiri) dan juga faktor eksternal (yang berasal dari lingkungan). Semua itu saling mempengaruhi satu sama lain. Itulah yang mempengaruhi pribadi manusia pada umumnya.
Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Pada hakikatnya bimbingan tersebut diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya, karena itu bimbingan yang tidak sejalan dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia. Perkembangan yang negatif itu akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tingkah laku yang menyimpang ini terlihat dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan baik yang bersifat fisik maupun psikis.
Berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi dewasa ini, berpengaruh terhadap perubahan sosial pada semua aspek. Perubahan dipermudah dengan adanya kontak dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya akan terjadi difusi (percampuran budaya). Di Indonesia perubahan sudah mulai terjadi setidak-tidaknya pada kelompok tertentu dalam masyarakat misalnya saja pada kelompok remaja. Perubahan itu kiranya dapat dikaitkan dengan perubahan sosial, ekonomi, pendidikan, kurangnya kontrol sosial di daerah perkotaan, bertambahnya kebebasan, bertambahnya mobilitas muda-mudi, meningkatnya usia perkawinan, serta rangsangan-rangsangan seks melalui berbagai sarana hiburan dan media massa. Perubahan-perubahan sosial tersebut mempengaruhi pola kehidupan manusia terutama bagi para generasi muda (remaja). Misalnya cara pandang, cara berpikir, cara bergaul, bahkan pada perilaku seks mereka.
Masa remaja adalah transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja dalam gambaran umum merupakan suatu periode yang dimulai dengan perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan pendidikan untuk tingkat menengah. Perubahan biologis yang membawanya pada usia belasan (teenagers) seringkali mempengaruhi perilaku masa remaja. Masa remaja adalah masa yang membedakan antar jenjang anak-anak di satu sisi dan jenjang orang dewasa di sisi lain.
Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif. Perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai kebutuhan seks sehingga apabila pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan dengan atas dasar kesepakatan (dalam artian kesukarelaan) antara kedua belah pihak yang dianggap sah oleh masyarakat, tidak akan timbul permasalahan. Namun apabila tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kebutuhan seks dipenuhi tidak berdasarkan secara kesukarelaan (misal ada unsur pemaksaan dan atau kekerasaan) akan berdampak pada permasalahan/keresahan masyarakat. Tindakan-tindakan seksualitas tersebut dimulai dari tingkat yang paling ringan sampai pada terberat, seperti pemerkosaan, semuanya ini merupakan pelecehan seksual. Dikaitkan dengan struktur budaya masyarakat yang didominasi oleh patriarkhi, tindakan pelecehan seksual berhubungan dengan pandangan di masyarakat bahwa perempuan adalah obyek seksualitas, bahkan sebagai obyek kekuasaan laki -laki.
Walaupun sulit mengidentifikasi jenis-jenis perilaku yang secara tegas dapat diartikan “pelecehan seksual”, maka adalah mungkin menggambarkan jenis-jenis perilaku yang dapat dilihat sebagai pelecehan bagi sebagian perempuan. Jenis-jenis perilaku tersebut termasuk gerakan fisik misalnya rabaan, cubitan, tindakan intimidasi atau yang memalukan (kerlingan, siulan, tindakan tidak senonoh), rayuan seks badani dan serangan seks. Tingkah laku yang berupa ucapan seperti pernyataan-pernyataan yang dirasakan sebagai penghinaan, lelucon yang bersifat menghina, bahasa yang bersifat mengancam dan cabul, rayuan seks verbal, hal-hal yang menyinggung perasaan yang bersifat merendahkan (Husband 1992:538).
Secara umum, yang dapat dikategorikan sebagai tindakan pelecehan seksual adalah semua sikap dan perilaku yang mengarah pada perilaku seksual yang tidak disenangi, mulai dari pandangan, simbol-simbol lewat bibir, gerakan badan, tangan, siulan nakal, pandangan yang menelanjangi, mencolek-colek, menunjukkan gambar-gambar porno, mencuri cium, meraba, meremas bagian tubuh tertentu, bahkan sampai memperkosa.
Untuk memahami konsep pelecehan seksual (sexual harassment), terlebih dahulu harus diperhatikan tentang “apa dan siapa yang dilecehkan” secara seksual. Beauvais membaginya dalam 4 kelompok yakni:
Laki- laki melecehkan wanita.
Wanita melecehkan laki-laki.
Heteroseksual melecehkan homoseksual.
Homoseksual melecehkan heteroseksual (Beauvais 1986:130).
Dengan demikian, anggapan sebagian orang tentang pelecehan seksual yang hanya terjadi terhadap wanita ditepis oleh pendapat Beauvais yang menyatakan bahwa istilah pelecehan seksual lebih tepat karena korbannya bisa wanita dan bisa pria.
Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, kampus, sekolah baik siang maupun malam. Meskipun pada umumnya para korban pelecehan seksual adalah kaum perempuan, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual. Pelecehan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan ataupun tidak. Apabila janji atau ajakan tersebut tidak diterima, akan berakibat pada korban yaitu kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, atau dimutasi.
Kelemahan beberapa faktor normatif dan sosio-kultural yang ikut memicu atau setidak-tidaknya memberikan peluang bagi meningkatnya tindakan pelecehan seksual terhadap wanita di tempat kerja dan masyarakat, antara lain, adalah sebagai berikut. Pertama, lemahnya kontrol masyarakat terhadap pelecehan seksual di masyarakat maupun tempat kerja sehingga memungkinkan laki-laki melakukannya dengan perasaan aman-aman saja. Kedua, ketidakberdayaan perempuan dalam menghadapi laki-laki karena wanita secara sosial diposisikan sebagai makhluk yang lemah serta tidak dimilikinya daya kontrol yang kuat untuk dapat melindungi diri dari gangguan laki-laki. Ketiga, perlindungan terhadap wanita dari kemungkinan mengalami pelecehan dan kekerasan masih rendah dan belum mendapat perhatian khusus. Keempat, hukum di Indonesia kurang memberikan jaminan keselamatan perempuan di tempat kerja maupun di masyarakat dari kemungkinan mengalami pelecehan seksual. Kelima, informasi mengenai hak-hak hukum dan fasilitas hukum yang tersedia belum diketahui luas di kalangan perempuan (Muhadjir, 1994:4).
Selain itu, dalam praktek tidak tertutup kemungkinan munculnya peluang tindakan pelecehan seksual sebagai akibat atau rangkaian dari kondisi atau situasi sebagai berikut:
Sebagian masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, berpendapat bahwa ucapan, gerakan, atau tindakan yang berkonotasi seksual bukan merupakan tindakan tercela, melainkan merupakan hal yang lumrah sebagai cara untuk meningkatkan keakraban di antar sesama individu.
Tata rias para perempuan yang berkesan sensual dan sama sekali meninggalkan keanggunan pribadi perempuan membuat laki-laki menjadi berani untuk melakukan tindakan pelecehan seksual lainnya.
Pakaian para perempuan yang tembus pandang, ketat, berbelahan tinggi, atau sedikit terbuka pada bagian tertentu menimbulkan rangsangan seksual bagi laki-laki.
Cara berbicara atau bersikap (duduk, berjalan dan sebagainya) dari para perempuan menimbulkan rangsangan seksual bagi laki-laki (Sumarni 1999:4).
Pelecehan seksual yang dialami hampir sebagaian besar remaja putri menunjukkan bahwa remaja yang dalam proses menuju pendewasaan diri atau sedang mencari identitas diri dalam kehidupan sehari-hari dihadapkan pada kenyataan adanya diskriminasi seks, bukan hanya dalam soal pekerjaan tetapi juga hampir di seluruh aspek kehidupan, termasuk adanya pelecehan seksual ini. Persoalan pelecehan seksual masih dianggap oleh sebagaian besar masyarakat atau bahkan dalam tradisi-tradisi yang berwujud norma atau aturan sebagai hal yang sepele dan hanya merupakan persoalan individu yang bisa diselesaikan sendiri oleh individu tersebut. Padahal pelecehan seksual bisa menyebabkan terganggunya perkembangan kepribadian seseorang apabila remaja baik secara fisik maupun psikis.Ketidakseriusan memahami dan memperkenalkan pelecehan seksual pada remaja terlihat dalam temuan data lapangan bahwa para remaja mendapatkan informasi dan pemahaman pelecehan seksual dari lingkungan terdekat yang sebenarnya lebih paham dan perhatian pada pelecehan seksual, seperti orang tua dan sekolah. Tidak diperolehnya informasi dari lingkungan terdekat tersebut, mengakibatkan muncul pengetahuan dan pemahaman pelecehan yang terlalu sempit dan banyak kasus pelecehan seks dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu dirisaukan.
Pelecehan seksual yang paling sering dialami para remaja justru dianggap bukan dianggap pelecehan oleh para remaja tersebut, yaitu ungkapan atau perkataan yang bersangkut paut dengan penyebutan organ tubuh perempuan, Keadaan ini seolah-olah menunjukkan bahwa telah terjadi hegemoni, artinya para remaja putri tersebut tidak terasa telah dikontruksi sedemikian rupa dalam masyarakat yang patriarkhi ini bahwa penyebutan organ tubuh itu sesuatu hal yang biasa. Padahal kalau dikaji lebih dalam situasi ini memperkuat adanya dominasi laki-laki yang mengkontruksikan perempuan sebagai obyek dan selalu dibawah bayang-bayangnya. Dominasi laki-laki itu bukan hanya dalam wujud fisik saja, tetapi juga dalam wujud yang lebih abstrak tapi lebih hebat, yaitu melalui hukum atau norma yang masih terkandung adanya diskriminasi seks dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.