Pembangunan sosial di Indonesia hakekatnya merupakan upaya untuk merealisasikan cita-cita luhur kemerdekaan, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Di negara kita masih sering banyak bermunculan masalah sosial yang tak kunjung henti.
Masalah-masalah sosial tersebut antara lain anak terlantar, anak nakal, balita terlantar, anak jalanan tuna susila, gelandangan, pengemis, korban penyalagunaan narkotika, wanita dan lansia yang diperlakukan salah atau korban kekerasan, penyandang cacat, jompo terlantar, keluarga miskin, keluarga yang kondisi dan perumahan dan lingkungan tidak layak, keluarga bermasalah sosial psikologis, korban bencana alam dan sebagainya. Dari masalah-masalah sosial di tersebut yang sering dijumpai adalah banyaknya anak terlantar ataupun balita terlantar.
Dewasa ini masalah sosial yang sering dihadapi negara kita adalah masalah anak terlantar. Sesuai data Departemen Sosial, jumlah anak terlantar di Indonesia pada 2006 mencapai 2.815.393 anak. Jumlah terbanyak di Jawa Timur sebanyak 347.297 anak, Sumatera Utara 333.113 anak, Jawa Barat 246.490 anak, Jawa Tengah 190.320 anak, dan Sumatera Selatan 146.381 anak. Jumlah anak terlantar di DKI Jakarta sebanyak 14.804 anak
(www.tempointeraktif.com).
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa negara kita masih harus berbenah diri dalam mengatasi masalah anak terlantar. Seperti disebutkan dalam pasal 34 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara“. Pasal ini pada dasarnya merupakan hak konstitusional warga miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia sebagai subyek hak asasi yang seharusnya dijamin pemenuhannya oleh Negara. Pelanggaran HAM ini juga dipastikan melanggar hak asasi anak karena anak-anak secara sosiologis membutuhkan perlindungan keluarga sebagai lingkungan alamiah di mana anak bertumbuh kembang. Ketergantungan anak terhadap keluarga ditegaskan dalam Pembukaan Konvensi Hak Anak (KHA) bahwa meyakini keluarga sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan.
Pada dasarnya, anak merupakan kelompok usia yang memerlukan perawatan dan perlindungan karena anak merupakan suatu kelompok usia yang belum dapat hidup mandiri. Anak sebagai tunas bangsa merupakan generasi penerus dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai insan yang belum dapat berdiri sendiri maka perlu diadakan usaha kesejahteraan anak, terutama bagi anak terlantar agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial. Usaha untuk mewujudkan kesejahteraan anak pertama-tama dan terutama menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Namun demikian, mengingat tingkat penghidupan bangsa Indonesia yang beraneka ragam tingkatnya, maka tidak setiap anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Sadar akan keadaan tersebut, maka perlu adanya suatu lembaga untuk mengadakan usaha-usaha guna mewujudkan kesejahteraan anak, terutama ditujukan kepada anak yang mempunyai masalah antara lain anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan dan anak cacat. Dengan pembatasan sasaran tersebut, tidak berarti bahwa anak yang tidak termasuk salah satu golongan di atas tidak berhak mendapatkan usaha kesejahteraan anak.. Usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak. Usaha kesejahteraan anak ini menyangkut usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi yang dilaksanakan dalam bentuk asuhan, bantuan dan pelayanan sosial. Dalam Usaha mewujudkan kesejahteraan anak terlantar di sini lembaga sosial (lembaga kemasyarakatan) sangat berperan penting. Menurut Leopold von Wiese dan Howard becker lembaga masyarakat dapat diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antarmanusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya (Soerjono Soekanto, 1990 : 219).
Anak adalah aset generasi mendatang yang sangat berharga. Bisa dikatakan bahwa baik buruknya hari depan sebuah bangsa ditentukan oleh tangan-tangan pengembannya. Dalam hal ini ditangan anaklah tergenggam masa depan umat. Wajar bila setiap manusia dewasa yang menyadari masalah ini mempersiapkan strategi pendidikan yang baik untuk anak-anak. Tidak
hanya itu, proses tumbuh kembang pun sangat diperhatikan dalam rangka mengarahkan dan membimbing mereka menuju tujuan yang diinginkan. Maka perhatian terhadap hak-hak anak menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan cita-cita ini, yaitu membentuk generasi masa depan yang berkualitas.
Masalah-masalah sosial tersebut antara lain anak terlantar, anak nakal, balita terlantar, anak jalanan tuna susila, gelandangan, pengemis, korban penyalagunaan narkotika, wanita dan lansia yang diperlakukan salah atau korban kekerasan, penyandang cacat, jompo terlantar, keluarga miskin, keluarga yang kondisi dan perumahan dan lingkungan tidak layak, keluarga bermasalah sosial psikologis, korban bencana alam dan sebagainya. Dari masalah-masalah sosial di tersebut yang sering dijumpai adalah banyaknya anak terlantar ataupun balita terlantar.
Dewasa ini masalah sosial yang sering dihadapi negara kita adalah masalah anak terlantar. Sesuai data Departemen Sosial, jumlah anak terlantar di Indonesia pada 2006 mencapai 2.815.393 anak. Jumlah terbanyak di Jawa Timur sebanyak 347.297 anak, Sumatera Utara 333.113 anak, Jawa Barat 246.490 anak, Jawa Tengah 190.320 anak, dan Sumatera Selatan 146.381 anak. Jumlah anak terlantar di DKI Jakarta sebanyak 14.804 anak
(www.tempointeraktif.com).
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa negara kita masih harus berbenah diri dalam mengatasi masalah anak terlantar. Seperti disebutkan dalam pasal 34 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara“. Pasal ini pada dasarnya merupakan hak konstitusional warga miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia sebagai subyek hak asasi yang seharusnya dijamin pemenuhannya oleh Negara. Pelanggaran HAM ini juga dipastikan melanggar hak asasi anak karena anak-anak secara sosiologis membutuhkan perlindungan keluarga sebagai lingkungan alamiah di mana anak bertumbuh kembang. Ketergantungan anak terhadap keluarga ditegaskan dalam Pembukaan Konvensi Hak Anak (KHA) bahwa meyakini keluarga sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan.
Pada dasarnya, anak merupakan kelompok usia yang memerlukan perawatan dan perlindungan karena anak merupakan suatu kelompok usia yang belum dapat hidup mandiri. Anak sebagai tunas bangsa merupakan generasi penerus dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai insan yang belum dapat berdiri sendiri maka perlu diadakan usaha kesejahteraan anak, terutama bagi anak terlantar agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial. Usaha untuk mewujudkan kesejahteraan anak pertama-tama dan terutama menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Namun demikian, mengingat tingkat penghidupan bangsa Indonesia yang beraneka ragam tingkatnya, maka tidak setiap anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Sadar akan keadaan tersebut, maka perlu adanya suatu lembaga untuk mengadakan usaha-usaha guna mewujudkan kesejahteraan anak, terutama ditujukan kepada anak yang mempunyai masalah antara lain anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan dan anak cacat. Dengan pembatasan sasaran tersebut, tidak berarti bahwa anak yang tidak termasuk salah satu golongan di atas tidak berhak mendapatkan usaha kesejahteraan anak.. Usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak. Usaha kesejahteraan anak ini menyangkut usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi yang dilaksanakan dalam bentuk asuhan, bantuan dan pelayanan sosial. Dalam Usaha mewujudkan kesejahteraan anak terlantar di sini lembaga sosial (lembaga kemasyarakatan) sangat berperan penting. Menurut Leopold von Wiese dan Howard becker lembaga masyarakat dapat diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antarmanusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya (Soerjono Soekanto, 1990 : 219).
Anak adalah aset generasi mendatang yang sangat berharga. Bisa dikatakan bahwa baik buruknya hari depan sebuah bangsa ditentukan oleh tangan-tangan pengembannya. Dalam hal ini ditangan anaklah tergenggam masa depan umat. Wajar bila setiap manusia dewasa yang menyadari masalah ini mempersiapkan strategi pendidikan yang baik untuk anak-anak. Tidak
hanya itu, proses tumbuh kembang pun sangat diperhatikan dalam rangka mengarahkan dan membimbing mereka menuju tujuan yang diinginkan. Maka perhatian terhadap hak-hak anak menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan cita-cita ini, yaitu membentuk generasi masa depan yang berkualitas.
0 komentar:
Posting Komentar